Kamis, 30 Januari 2020

Hasil Munas NU 83

Hasil Munas NU Dilaporkan ke Nabi SAW

Kemarin malam saya menghadiri acara istighatsah kubro di kantor PBNU. Istighatsah malam itu terasa istimewa bukan hanya karena dihadiri ketum PBNU, KH Said Aqil Siroj, melainkan juga karena dikunjungi para kiai dan habaib dari berbagai daerah.

Salah satu kiai yang hadir sekaligus memberikan ceramah adalah kiai muda kharismatik asal Situbondo Jawa Timur, KH Ahmad Azaim Ibrahimy. Ringkas tapi padat, beliau menegaskan pentingnya memegang teguh Khittah NU 1926.

Mengutip Alm. Kiai Mujib Ridwan (Surabaya), Kiai Azaim menegaskan bahwa Kembali ke khittah 1926 merupakan salah satu keputusan Munas NU 1983 yang disetujui Baginda Nabi SAW.

Alkisah, setelah Munas dan Muktamar NU digelar tahun 1983 dan 1984, maka pada tahun 1987 Kiai As'ad Syamsul Arifin (Situbondo) meminta KH Mujib Ridwan untuk berangkat ke Mekah-Madinah, melaporkan hasil Munas dan Muktamar NU ke Baginda Nabi.

Dengan amalan tertentu yang diijazah Kiai As'ad, Kiai Mujib berjumpa dengan Nabi SAW. Dalam perjumpaan itu, Nabi SAW  menyetujui agar NU kembali ke Khittah 1926. Bahkan, Nabi menunjuk Syaikh Abdul Qadir Jailani dan Sunan Ampel untuk menindak-lanjuti keputusan Munas dan Muktamar NU itu.

Kisah di atas tentu bukan kisah spiritual satu-satunya yang hidup di lingkungan warga NU. Masih banyak kisah-kisah lain yang jika ditulis bisa menjadi satu buku tersendiri. Sebab, di NU ada konsep karomah dan kewalian

Namun, di benak orang-orang yang berfikir rasional murni, kisah di atas tampak naif dan menggelikan. Bagaimana mungkin Kiai As'ad yang hidup di abad 20, Sunan Ampel abad ke 15,  Syaikh Abdul Qadir Jailani abad ke 12, dan Nabi SAW di abad ke 6 bisa saling terhubung-berkomunikasi satu sama lain.

Tapi inilah uniknya NU. Bukan hanya kisah berdirinya yang mengandung kisah supra rasional, melainkan juga dalam setiap tahap perkembangannya selalu ada kisah-kisah spiritual yang menyertai.

Dan tampaknya jalur spiritual itu yang menyebabkan para kiai NU tak bisa berpisah dari khittah perjuangan para leluhurnya, dari dulu hingga sekarang. Salah satu khittah perjuangan leluhur itu adalah Khittah NU 1926.

Luwuk-Banggai, 30 Januari 2020
Salam,

Abdul Moqsith Ghazali

Sabtu, 11 Januari 2020

16 POIN NU HARGA MATI

16 POIN HARGA MATI NU

oleh : KH. Afifuddin Muhajir

Khittah 26 yang dipertegas perumusannya pada Munas 83 dan Muktamar 84 di Situbondo adalah harga mati, yaitu:

1. Bahwa NU sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah adalah harga mati.

2. Bahwa NU mendasarkan paham keagmaannya pada Alquran, sunnah, ijma’, dan qiyas adalah harga mati.

3. Bahwa dalam menafsirkan dan menerjemahkan empat sumber tersebut, NU menempuh pendekatan bermazhab pada ulama ahlussunnah wal jama’ah qaulan wa manhajan adalah harga mati.

4. Bahwa di bidang akidah, NU mengikuti mazhab Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi qaulan wa manhajan adalah harga mati.

5. Bahwa di bidang Fikih, NU mengikuti al-Madzahib al-Arba’ah qaulan wa manhajan adalah harga mati.

6. Bahwa di bidang tasawuf, NU mengikuti mazhab Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid al-Ghazali wa sair al-sadat al-shuffiyah al-muhaqqiqin qaulan wa manhajan adalah harga mati.

7. Bahwa dalam berpikir, bersikap, dan bertindak, NU berpegang pada prinsip tasamuh, tawassuth, i’tidal, dan tawazun adalah harga mati.

8. Bahwa NU tidak liberal dan tidak fundamental konservatif adalah harga mati.

9. Bahwa ulama sebagai penyambung mata rantai paham ahlussunnah waljama’ah berposisi sebagai pengelola, pengawas, dan pembimbing utama jalannya organisasi adalah harga mati.

10. Bahwa lembaga syuriah yang diisi oleh para ulama berfungsi sebagai pembuat kebijakan dan lembaga tanfidziyyah sebagai pelaksana kebijakan adalah harga mati.

11. Bahwa NKRI yang berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sah menurut pandang Nahdlatul Ulama Pancasila, bahkan merupakan bentuk final, maka keharusan menjaga, mempertahankan, dan mengusahakan perbaikannya secara terus-menerus adalah harga mati.

12. Bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, bahkan selaras dengan Islam adalah harga mati.

13. Bahwa NU memiliki jarak yang sama dengan semua partai politik adalah harga mati.

14. Bahwa NU harus mandiri dan tidak terkooptasi oleh kepentingan penguasa dan pengusaha adalah harga mati.

15. Bahwa ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah harus dijaga adalah harga mati.

16. Bahwa tidak ada pertentangan antara keberagamaan dan kebhinekaan adalah harga mati.

disampaikan dalam acara Silaturrahim Nasional Keluarga Alumni Ma’had Aly ke II (KAMALY) Ahad, 12 Februari 2017