Minggu, 24 Maret 2019

Larangan Muslimah Keluar Rumah Dengan Wangi-Wangian

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Saudariku muslimah ketahuilah, dilarang keras bagi wanita keluar rumah dengan penampilan dan aroma yang menggoda kaum lelaki, bahkan tetap dilarang walau untuk beribadah di masjid.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ تَطَيَّبَتْ، ثُمَّ خَرَجَتْ إِلَى الْمَسْجِدِ، لَمْ تُقْبَلْ لَهَا صَلَاةٌ حَتَّى تَغْتَسِلَ

“Wanita mana saja yang memakai minyak wangi, kemudian keluar menuju masjid, maka tidak diterima sholatnya sampai ia mandi (menghilangkan wanginya).” [HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1031]

Inilah bimbingan syari’at yang mulia demi menjaga keutuhan rumah tangga dan mencegah perselingkuhan.

Dan termasuk bakti seorang istri kepada suami yang diteka  nkan dalam syari’at adalah berusaha tampil cantik dan menyenangkan di depan suami.

Sebaliknya, wanita yang dengan sengaja menebar pesona kepada laki-laki lain dengan aroma wangi dirinya, maka ia adalah wanita yang menjerumuskan laki-laki kepada dosa zina.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ، فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Wanita mana saja yang memakai minyak wangi, lalu melewati kaum lelaki agar mereka mencium harumnya maka ia wanita pezina.” [HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 323]

Dan tidak boleh bagi suami membiarkan aroma harum istrinya tercium oleh laki-laki lain, suami yang membiarkannya adalah laki-laki dayyuts.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوثُ، الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ

“Tiga golongan manusia yang Allah haramkan surga bagi mereka: (1) Pecandu khamar, (2) Orang yang durhaka kepada kedua orang tua, (3) Dayyuts; orang yang membiarkan kemaksiatan di tengah-tengah keluarganya.” [HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 2366]

#Yuk_bantu_share. Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

"Barangsiapa menunjukkan kepada satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya." [HR. Muslim dari Abu Mas'ud Al-Anshori radhiyallaahu'anhu]

Jazaakumullaahu khayron wa baaroka fiykum.

Kamis, 21 Maret 2019

SEX dan HUKUMNYA dalam Islam

ORAL SEX.

*Khusus 18+*

Oral seks adalah aktivitas seksual yang menjadikan alat kelamin lelaki dan wanita sebagai obyek.

Baik itu dengan cara mencium, mengecup, menjilat, mengulum, atau mempermainkan alat kelamin pasangannya.

 Baik dilakukan sebagai aktivitas pemanasan (foreplay) sebelum bersetubuh maupun sebagai sarana seks tersendiri untuk mencapai orgasme.

Dalam istilah kontemporer, oral seks dibahasakan dengan
الجنس الفموي/الجنس الشفوي/الجماع الفموي.

Seksual / الجنس
Oral seks berupa dua macam, yakni aktivitas menjilat kelamin wanita oleh lelaki (Cunnilingus) dan aktivitas menghisap kelamin lelaki oleh wanita (Fellatio).

Mengenai Cunnilingus (oral seks pada kelamin wanita) disebutkan secara sharih keterangan kebolehannya oleh sejumlah ulama:

- Zainuddin al-Malaibari:

( تتمة ) يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها.

"Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya" (Fathul Mu'in, 3/340).
- Al-Bahuthi:

قال القاضي يجوز تقبيل فرج المرأة قبل الجماع.

"Qadhi Ibnu Muflih berkata: Boleh mencium kelamin isterinya sebelum bersetubuh" (Kasysyaful Qana', 5/17).

- Al-Haththab:

وقد روي عن مالك أنه قال لا بأس أن ينظر إلى الفرج في حال الجماع وزاد في رواية ويلحسه بلسانه.

"Disebutkan riwayat dari Imam Malik bahwasanya beliau berkata: Tidak apa-apa melihat kemaluan saat bersetubuh.

 Ditambahkan dalam riwayat lain: Serta menjilat kemaluan tersebut dengan lidahnya." (Mawahib al-Jalil, 5/23).

- Al-Qurthubi:

وقد قال أصبغ من علمائنا : يجوز له أن يلحسه بلسانه
"Ashbagh salah satu ulama [malikiyah] kami berkata: Boleh baginya [suami] menjilatnya [kemaluan istrinya] dengan lidahnya." (Tafsir Al-Qurthubi, 12/232).

Sedangkan mengenai Fellatio (oral seks pada kelamin lelaki) disebutkan secara mafhum dari dhabith umum kebolehan semua aktivitas seksual serta pendekatan-pendekatan tekstual dalam beragam literatur klasik:

- Dalam Fathul Mu'in tentang dhabith umum tamaththu':

( تتمة ) يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها.

"Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya" (Fathul Mu'in, 3/340)
Mahallu syahid: 'menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya.'

- Dalam Tafsir ath-Thabari tentang obyek umum tamaththtu' dzakar:

حدثنا تميم قال، أخبرنا إسحاق، عن شريك، عن ليث قال: تذاكرنا عند مجاهد الرجل يلاعب امرأته وهي حائض، قال: اطعن بذكرك حيث شئت فيما بين الفخذين والأليتين والسرة، ما لم يكن في الدبر أو الحيض.

"Telah menceritakan kepada kami Tamim, telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq, dari Syarik, dari Laits berkata: Kami di sisi Mujahid membicarakan tentang seorang lelaki yang mencumbu istrinya saat Haid. Mujahid berkata; "Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki; di antara dua paha, dua pantat, dan pusar. Selama tidak di anus atau saat datang haidh." (Tasfir ath-Thabari, 4/380)
Mahallu syahid:

'Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki.'

- Dalam Hasyiyah ad-Dasuqi tentang hukum asal mubahnya tubuh istri selama tidak ada ketentuan khusus nash:

قَوْلُهُ ( فَيَجُوزُ التَّمَتُّعُ بِظَاهِرِهِ ) أَيْ وَلَوْ بِوَضْعِ الذَّكَرِ عليه وَالْمُرَادُ بِظَاهِرِهِ فَمُهُ من خَارِجٍ وما ذَكَرَهُ الشَّارِحُ من جَوَازِ التَّمَتُّعِ بِظَاهِرِ الدُّبُرِ هو الذي ذَكَرَهُ الْبُرْزُلِيُّ قَائِلًا وَوَجْهُهُ عِنْدِي أَنَّهُ كَسَائِرِ جَسَدِ الْمَرْأَةِ وَجَمِيعُهُ مُبَاحٌ إذْ لم يَرِدْ ما يَخُصُّ بَعْضُهُ عن بَعْضٍ بِخِلَافِ بَاطِنِهِ اه.

"[Diperbolehkan mencumbui pada luar dubur] yakni walau dengan menaruh kemaluan di atasnya. Yang dimaksud dengan luar dubur yaitu mulut dubur dari arah luar tubuh. Pendapat Pensyarah tentang kebolehan mencumbui luar dubur adalah sebagaimana yang dikatakan oleh al-Burzuli, dia berkata:

'Konsepnya, menurutku, bagian luar dubur adalah sebagaimana keseluruhan bagian tubuh wanita, kesemua tubuh wanita diperbolehkan mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu, berbeda dengan bagian dalam dubur.' Demikian perkataan al-Burzuli. " (Hasyiyah ad-Dasuqi, 2/216).

Mahallu syahid: 'Kesemua tubuh wanita diperbolehkan mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu'.

- Dalam al-Inshaf tentang mencium dzakar:

الثانية: ليس لها استدخال ذكر زوجها وهو نائم بلا إذنه ولها لمسه وتقبيله بشهوة.

"Tidak berhak bagi istri memasukkan alat kelamin suaminya tanpa seijinnya sementara suami dalam keadaan tidur, namun istri boleh merabanya dan menciumnya dengan syahwat" (al-Inshaf, 8/27).

- Dalam al-Mughni li Ibni Qudamah tentang kesunahan foreplay:

وقد روي عن عمر بن عبد العزيز عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال :لا تواقعها إلا وقد أتاها من الشهوة مثل ما أتاك لكيلا تسبقها بالفراغ.

"Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, dari Nabi SAW bahwasanya beliau berkata:

 Janganlah engkau menyetubuhinya kecuali dia telah bangkit syahwatnya sebagaimana dirimu, agar engkau tidak mendahuluinya dalam klimaks." (al-Mughni li Ibnu Qudamah, 8/136).

PERBANDINGAN

Berangkat dari kaidah umum para ulama klasik, selanjutnya oral seks dibahas juga oleh sejumlah ulama kontemporer:

- Ali Jum'ah, Mufti Mesir:

السؤال  سألني أحدهم عن الحكم الشرعي عن مسألة مص، أو لعق الرجل لفرج المرأة، أو العكس - أجلكم الله - هل هو حرام؟
الجواب  يجوز لكل من الزوجين الاستمتاع من الآخر بكل شئ ما خلا الدبر والحيضة للأحاديث الواردة، انظر ما رواه البخاري (302)، ومسلم (293) وفي الحيض نص قرآني انظر سورة البقرة الآية (222).

"Pertanyaan: Seseorang bertanya kepadaku tentang masalah menghisap, atau menelannya lelaki terhadap alat kelamin wanita atau sebaliknya -semoga Allah mengagungkanmu- apakah hal itu diharamkan?

Jawaban:

Diperbolehkan bagi suami-istri untuk mencumbui satu sama lain dengan apapun selain pada dubur serta dalam keadaan haidh, berlandaskan sejumlah hadits, lihatlah riwayat Bukhari no. 302, riwayat Muslim no. 293, dan al-Baqarah ayat 222."

- Said Ramadhan al-Buthi, Mufti Suriah:

ما المحرَّمات في الاستمتاع الجنسي بين الزوجين؟

العلاقات الجنسية واسعة النطاق ، ولم يحرم إلا أمورًا ضيقة ، وفي هذه النظرة التوسعية دعوة لكل من الرجل والمرأة للاكتفاء بالمعاشرة المباحة ، وترك كل علاقة محرمة ،
والمحرم في العلاقة الجنسية بين الزوجين هو الجماع وقت الحيض ، والجماع في الدبر ، وكل استمتاع ثبت ضرره ،لأنه لا ضرر ولا ضرار، وماسوى ذلك فيرجع للعرف وللزوجين على أنه لا يجب إكراه أحد الزوجين للآخر في فعل شيء
إن الحقَّ المتبادل بين الزوجين ليس خصوص (الجماع) بل عموم ما سمّاه القرآن (الاستمتاع)، وهذا يعني أن لكلٍّ من الزوجين أن يذهب في الاستمتاع بزوجه المذهب الذي يريد، من جماع وغيره.ولا يستثنى من ذلك إلا ثلاثة أمور:

1ـ الجماع أيام الطَّمث..

2ـ الجماع في الدبر، أي الإيلاج في الشرج..

3ـ المداعبات التي ثبت أنها تضرُّ أحد الزوجين أو كليهما، بشهادة أصحاب الاختصاص أي الأطباء.

أما ما وراء هذه الأمور الثلاثة المحرَّمة، فباقٍ على أصل الإباحة الشرعية...

"Apakah yang diharamkan dari percumbuan seksual di antara suami-istri ?

Hubungan seksual luas untuk dibicarakan. Tidak diharamkan kecuali pada beberapa hal saja.

Dan dalam bahasan yang luas ini terkandung ajakan bagi suami-istri untuk mencukupkan diri pada pergaulan yang mubah serta meninggalkan hubungan yang diharamkan.

Yang diharamkan dari hubungan seksual antara suami-istri yaitu bersetubuh di saat haidh, bersetubuh pada dubur, serta setiap percumbuan yang menimbulkan dampak buruk, sebab ada kaidah 'la dharara wa la dhirar'.

Selain yang telah disebutkan maka dikembalikan hukumnya pada 'urf dan suami-istri, mempertimbangkan bahwa tidak diwajibkan untuk memaksa pasangannya melakukan hal itu."

"Sesungguhnyalah, hak bersama antara suami-istri tidak sebatas pada konteks bersetubuh melainkan terlaku umum pada apa yang dibahasakan al-Qur'an dengan itimta' (percumbuan).

Begitulah, yakni tiap suami-istri berhak memilih percumbuan dengan pasangannya dengan pilihan apapun yang ia kehendaki.

Dalam konteks persetubuhan ataupun lainnya.

Tidak ada pengecualian dalam hal ini selain pada tiga perkara:

1. Bersetubuh saat haidh.

2. Bersetubuh pada dubur, yakni penetrasi pada anus.

3. Aktivitas percumbuan yang menimbulkan dampak buruk bagi salah satu atau keduanya, lewat persaksian pakar di bidangnya (dokter).

Sedangkan selain tiga hal yang diharamkan tersebut maka statusnya tetap pada hukum asal kebolehan syariat."

Wallahu A'lam Bishawab.

Jumat, 01 Maret 2019

Penjelasan Kontroversi Kafir Hasil Munas NU

KONBES NU BANJAR 2019

*Ini Penjelasan atas Kontroversi Tiada Orang Kafir di Indonesia*

Sidang komisi bahstul masail ad-diniyyah al-maudhuiyyah pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 2019 membahas status non-Muslim di Indonesia. Mereka mencoba mendudukkan status non-Muslim dalam konteks berbangsa dan bernegara dengan merujuk pada literatur klasik keislaman.


Forum ini menyimpulkan setelah melewati diskusi panjang bahwa non-Muslim di Indonesia tidak memenuhi kriteria “kafir” sebagaimana disebutkan dalam fiqih siyasah. Non-Muslim di Indonesia tidak perlu dipaksakan untuk dipadankan dengan kata “kafir” dalam fiqih siyasah karena keduanya memiliki kedudukan berbeda.


Salah seorang peserta sidang komisi bahstul masail al-maudhuiyyah KH Mahbub Maafi menjelaskan bahwa kata “kafir” terdiri atas dua konteks berbeda. Menurutnya, pertama “kafir” dalam konteks aqidah.


“Dalam konteks aqidah, ya tetap seperti itu. Dalam soal waris dan soal lain, ya tetap. Dalam konteks keyakinan, ya mereka tetap kafir dengan segala konsekuensinya itu,” kata Kiai Mahbub kepada NU Online, Jumat (1/3) siang.


Sementara konteks kedua adalah soal muamalah atau bernegara. Menurutnya, dalam konteks bernegara dalam fiqih siyasah itu pembagian kafir terdiri atas empat “kafir”, yaitu kafir muahad, kafir musta'man, kafir dzimmi, dan kafir harbi.


Ia menambahkan, ini pembagian juga dari ijtihad para ulama. Ketika ditarik dalam konteks sekarang, dalam konteks negara bangsa seperti negara Indonesia itu semua itu tidak masuk ke dalam non-Muslim.


“Kafir muahad itu tidak bisa ditarik dalam konteks Indonesia ini karena tidak masuk kriteria. Mau dikatakan kafir dzimmi, siapa yang ngasih dzimmah? Mau dikatakan kafir harbi, mereka tidak masuk karena Indonesia itu adalah didirikan oleh seluruh anak bangsa, bukan hanya Muslim, tetapi juga non-Muslim,” kata Kiai Mahbub.


Non-Muslim di Indonesia tidak bisa disebut sebagai orang “kafir”. Mereka tidak membayar jizyah dan seterusnya itu.


“Ini fakta yang nggak bisa dipungkiri. Jadi mereka berdiri setara. Dalam konteks bernegara, ya mereka adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagaimana warga negara lainnya,” katanya.


“Jadi mereka tidak bisa disebut ‘kafir ini’, ‘kafir itu’ karena tidak masuk kriteria pembagian kafir dalam fiqih siyasah itu. Jadi mereka disebut apa? Ya cukup disebut warga negara saja,” kata Kiai Mahbub.


Sementara Sekretaris LBM NU Jatim Ustadz Ahmad Muntaha yang mengikuti forum ini mengatakan bahwa Munas NU 2019 sebenarnya fokus membahas status non-muslim dalam negara bangsa seperti Indonesia.


Dalam forum disepakati, bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara status non-Muslim seperti di Indonesia adalah muwathin atau warga negara yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama dan setara sebagaimana warga negara lainnya


“Mereka tidak masuk dalam kategori kafir dzimmi, muahad, musta'man, apalagi harbi. Tidak masuk kategori itu dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, namun tetap berstatus kafir,” kata Ustadz Muntaha kepada NU Online, Jumat (1/3) siang.


Ia mengutip Kitab Al-Qunyah dalam Bab Al-Istihlal dan Raddul Mazhalim yang menyebut ungkapan, "Andaikan seseorang berkata kepada Yahudi atau Majusi, 'Hai kafir', maka ia berdosa jika ucapan itu berat baginya (menyinggungnya).”


Konsekuensinya, pelakunya itu seharusnya ditakzir karena melakukan tindakan yang membuatnya berdosa sebagaimana dikutip dari Kitab Al-Bahrur Raiq, juz V halaman 47).


Ini yang melatari bahwa dalam konteks sosial kemasyarakatan seorang muslim semestisnya tidak memanggil non-Muslim dengan panggilan yang sensitif 'Hai Kafir', seiring dalam ranah akidah Islam tetap mantap menganggap mereka sebagai kafir atau orang yang tidak beriman.


“Ide ini disampaikan oleh delegasi dari PWNU Jawa Timur tepatnya oleh Kiai Muhammad Hamim HR (Hamim Hr) dan disimak secara seksama oleh seluruh musyawirin,” kata Kiai Muntaha

Penjelasan Islam Nusantara.

*"KH. Said Aqil Sirodj: Islam Nusantara Bukan Mazhab, Aliran atau Sekte"*

_CNN Indonesia, 28 Feb. 2019 18:10 WIB_

Ketum PBNU KH. Said Aqil Sirodj mencontohkan bagaimana Islam bisa masuk dalam kebudayaan Indonesia, seperti dalam tradisi larungan atau syukuran laut.

KH. Said Aqil Siradj memberikan sambutan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Nasional Nahdlatul Ulama (NU), di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (27/2). (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Sirodj mengatakan bahwa Islam Nusantara bukan mazhab, aliran, atau sekte baru yang berkembang di Indonesia. Islam Nusantara pertama kali disampaikan saat Muhtamar NU di Jombang, Jawa Timur, pada 2015 lalu.
"Saya menyampaikan bahwa Islam Nusantara bukan mazhab, bukan aliran, bukan sekte. Tetapi hanya tipologi Islam kita orang nusantara," kata KH. Said membuka pembahasan konsep Islam Nusantara di Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama, Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2).

KH. Said kemudian mencontohkan bagaimana Islam bisa masuk dalam kebudayaan Indonesia, seperti dalam tradisi larungan atau syukuran laut maupun penggunaan beduk untuk penanda waktu salat.
"Beduk itu tadinya kan alat musik, kemudian diterima oleh para alim ulama kegunaannya diganti, untuk memanggil waktu salat," tuturnya.
Lebih lanjut, KH. Said menyatakan bahwa puncak Islam Nusantara adalah 'Hubbul Wathon Minal Iman', fatwa yang disampaikan oleh Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari ketika mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Menurut dia, para ulama di dunia tak ada yang mengenal istilah 'Hubbul Wathon Minal Iman'.
"Islam harus menyatu dengan nasionalisme, nasionalisme harus diberi spirit dengan Islam," kata KH. Said.
Setelah beberapa perwakilan pengurus PWNU dari sejumlah wilayah seperti Sulawesi Selatan, Lampung, Banten, hingga Jawa Timur menyampaikan pandangannya, kemudian disepakati pengertian Islam Nusantara secara substansi.
"Islam Nusantara dalam pengertian substansial adalah Islam Ahlisunnah Waljamaah yang diamalkan, didakwahkan, dan dikembangkan sesuai karakteristik masyarakat dan budaya di Nusantara oleh para pendakwahnya," kata Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur Ustadz Ahmad Muntaha.
Pengertian Islam Nusantara itu lantas disepakati dalam forum Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah.
Usia pengesahan, KH. Said mengatakan bahwa seluruh pengurus NU dari pusat sampai ranting harus memahami pengertian Islam Nusantara. Said kembali menegaskan bahwa Islam Nusantara bukan lah paham aliran, sekte, atau mazhab baru yang dikembangkan di Indonesia.
"Tapi Islam yang menghormati budaya, menghormati tradisi yang ada selama tidak bertentangan dengan syariat Islam," kata KH. Said.
Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama digelar sejak kemarin, Rabu (26/2) sampai Jumat (1/3). Presiden Joko Widodo yang membuka forum tertinggi kedua di bawah Muktamar. Acara ini rencananya bakal ditutup Wakil Presiden Jusuf Kalla besok. [*]

Cara Mengurus Sertifikat Yang Hilang.

Wajib Tahu! Inilah Cara dan Panduan Mengurus Sertifikat Tanah Hilang
1. Melaporkan kehilangan sertifikat tanah
Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah membuat laporan kehilangan sertifikat tanah ke pihak kepolisian.
Untuk melaporkannya, ada beberapa wilayah yang harus ke Polres namun ada juga yang Polsek saja cukup.
Ketika melapor, sebutkan juga nomor sertifikat, lokasi tanah dan atas nama siapa tanah tersebut.
Petugas juga akan meminta surat pengantar dari kelurahan setempat sebagai dasar laporan.
Setelah itu akan keluar Berita Acara Pemeriksaan yang harus diserahkan ke kantor BPN.
2. Memblokir sertifikat tanah
Jika keluarnya BAP dari pihak kepolisian cukup lama, sebaiknya kamu segera mengirim surat pemblokiran sertifikat tanah ke kantor BPN.
Tujuannya agar tidak ada pihak lain yang bisa melakukan proses apapun terhadap tanah yang kamu miliki.
Caranya cukup mudah, kamu hanya perlu datang ke kantor BPN dengan membawa sejumlah dokumen seperti fotokopi sertifikat tanah dan identitas pemilik.
3. Mengurus pergantian sertifikat tanah
Setelah membuat Surat Keterangan Kehilangan Sertifikat Tanah di kantor polisi, kamu bisa segera mengajukan pembuatan sertifikat pengganti di kantor BPN.
Dokumen yang diperlukan antara lain: Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli dan fotokopi, Kartu Keluarga (KK) asli dan fotokopi, Fotokopi Sertifikat Tanah yang dimaksud (jika ada), Fotokopi bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir dan Surat Kehilangan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kehilangan sertifikat tanah dari kepolisian.
Selain itu, lampirakan Surat Kuasa apabila dikuasakan kepada pihak lain.
Sampai di kantor BPN, kamu harus mengisi formulir permohonan.
Sebelum menerbitkan sertifikat pengganti, BPN juga akan melakukan pemeriksaan keabsahan dengan cara meneliti berbagai dokumen yang dilampirakan.
4. Pengambilan sumpah
Agar lebih meyakinkan, pihak BPN juga akan mengambil sumpah pemilih sertifikat dihadapan Kepala Kantor Pertahanan dan rohaniawan sesuai agama yang bersangkutan.
Proses ini juga akan dibuatkan berita acara sumpah.
5. Pengumuman di media cetak
Pihak BPN akan mengumumkan berita acara pengambilan sumpah tersebut di media cetak.
Tujuannta agar memberi waktu jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan proses penggantian sertifikat tanah, dikhawatirkan ada sanggahan atau gugatan dari pihak
lain. Untuk pemuatan di media cetak sendiri, biayanya ditanggung oleh pemohon.
6. Pengukuran ulang tanah
Tahapan selanjutnya pihak BPN akan melakukan pengukuran ulang ke lokasi tanah.
Tujuannya untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan surat ukur lama dengan kondisi tanah dan bangunan sekarang.
7. Penerbitan Sertifikat Tanah pengganti
Jika dalam jangka waktu 30 hari setelah pemasangan pengumuman di media cetak tidak ada yang mengajukan keberatan, maka sertifikat tanah pengganti akan diterbitkan oleh pihak BPN.
Untuk biayanya, pemohon harus membayar sekitar Rp 350 ribu.(*)