Minggu, 07 April 2019

Makna Khuruf Hijaiyah

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

MAKNA DIBALIK : 30 HURUF HIJAIYA

1. ( ALIF ) Artinya = Tidak Ada Tuhan Selain Allah .

2. ( BA' ) Artinya = Yang Awal dan Yang Akhir , Yang Buka dan Yang Tutup .

3. ( TA' ) Artinya = Yang Menerima Taubat Dari Segala Hambanya .

4. ( TSA' ) Artinya = Yang Maha Menetapkan Bagi Semua Mahluk .

5. ( JIM ) Artinya = Yang Maha Agung , dan Terpuji Serta Suci Akan Seluruh Nama-Namanya .

6. ( KHA ) Artinya = Yang Haq , Maha Hidup , Penyayang dan Kekal .

7. ( KHO ) Artinya = Yang Mengetahui Akan Seluruh Perbuatan Hamba-Hambanya .

8. ( DAL ) Artinya = Memberi Balasan Kepada Hambanya Baik Atau Buruk .

9. ( DZAL ) Artinya = Yang Memiliki Seluruh Keagungan dan Kemuliaan .

10. ( RO ) Artinya = Yang Maha Lembut Terhadap Hamba-Hambanya .

11. ( ZAI ) Artinya = Yang Merupakan Hiasan Hamba Terhadap Khaliknya .

12. ( SIN ) Artinya = Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat .

13. ( SYEN ) Artinya = Hanya Kepada Allah Hamba Seorang Hamba Bersyukur .

14. ( SYOT ) Artinya = Yang Maha Benar Akan Setiap Janji-Janjinya .

15. ( DZOT ) Artinya = Yang Maha dan Menampakkan Seluruh Tanda-Tanda .

16. ( THO ) Artinya = Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana .

17. ( DHO ) Artinya = Tidak Beranak dan Tidak Di Peranakkan .

18. ( AIN ) Artinya = Yang Maha Mengetahui Akan Hamba-Hambanya

19. ( GHIN ) Artinya = Tempat Pengharapan Dari Semua Ciptaan .

20. ( FA ) Artinya = Yang Maha Menumbuhkan Biji-Bijian dan Tumbuh-Tumbuhan .

21. ( KOF ) Artinya = Yang Maha Kuasa Atas Segala Mahluknya .

22. ( KAF ) Artinya = Yang Maha Mencukupi dan Tidak Ada Satu Pun Yang Setara Dengan Dia .

23. ( LAM ) Artinya = Yang Maha Kaya dan Pemurah Terhadap Hamba-Hambanya .

24. MIM ) Artinya = Yang Memiliki Semua Kerajaan .

25. ( NUN ) Artinya = Cahaya Bagi Langit dan Bersumber Pada Cahaya Arasy-Nya .

26. ( WAWU ) Artinya = Tempat Bergantung Semua Mahluk dan Tidak Di Persekutukan .

27. ( HA ) Artinya = Maha Pemberi Petunjuk Kepada Seluruh Mahluknya .

28. ( LAM ALIF ) Artinya = Tidak Ada Tuhan Selain Allah dan Tidak Ada Sekutu Baginya .

29. ( HAMZAH ) Artinya =Yang Maha Pemberi Petunjuk Kepada Seluruh Mahluknya .

30. ( YA ) Artinya = Kekuasaan Allah Yang Terbuka Luas Bagi Seluruh Mahluknya .

Jangan Lupa Amalkan Selalu

Jangan Lupa Juga Ajarkan Kepada Anak-Anak Anda Agar ia Bisa Mengerti Bahwa Kekuasaan Allah itu Sungguh Nyata dan Tak Bisa Di Pungkiri Lagi Akan Seluruh Nikmat-NikmatNya Yang Diberikan Kepada Hambanya Selama Hamba-Hambanya itu Mau Berdo'a & Memohon Ampun Kepada-Nya

Jang Lupa Di SHARE Agar Bermanfaat Buat Orang Lain Yang Membaca dan Semoga Menjadi Ladang Pahala Untukmu

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Salam Bersabda :
"Barang siapa menyampaikan satu ilmu saja dan ada orang yang mengamalkanya maka walau pun yang menyampaikan sudah tiada ( meninggal dunia ) maka dia akan tetap memperoleh pahala" .
( HR. Al-Bukhari )

Wallhu 'Alam Bish Showwab
Copas Sahabat Islam

Selasa, 02 April 2019

Wajibnya Khilafah Adalah Hukum Sebab Akibat.

TIGA DALIL WAJIBNYA MENEGAKKAN KHILAFAH menurut pengusungnya.
Hukum wajibnya khilafah menurut saya lebih pada hukum sebab akibat, karena mereka menganggap demokrasi gagal maka solusinya adalah syariat islam dan syariat islam dianggap tidak bisa tegak tanpa khilafah, makanya khilafah dianggap wajib.
Silahkan dipelajari dan putiskan.
Copas
Biamillaahir Rohmaanir Rohiim

Pada tulisan ini saya hanya akan menyampaikan tiga dalil syar’i wajibnya menegakkan khilafah, yaitu satu ayat Alqur’an dan dua hadits nabawi, sebagai berikut:

Pertama; Allah swt berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ، فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْئٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". QS An-Nisa [4]: 59.

Pada ayat di atas Allah swt telah menyuruh kaum mukmin agar melaksanakan tiga ketaatan sekaligus; taat kepada Allah, taat kepada Rasulullah dan taat kepada ulil amri (pemerintah). Perintah taat kepada Allah dan Rasulullah adalah secara mutlak. Sedang perintah taat kepada ulil amri, Allah telah membatasinya dengan kata “minkum”, dan kata “ulil amri” juga diathafkan (disambungkan) kepada kata “ar-rasul”. Dengan demikian, ulil amri yang wajib ditaati adalah ulil amri yang telah memiliki dua kriteria : Pertama, ulil amri yang taat kepada Allah dan Rasulullah, dimana telah ditunjukkan oleh kata “minkum”, yaitu ulil amri dari kalian yang telah taat kepada Allah dan Rasulullah. Kedua, ulil amri yang pemerintahannya mengikuti pemerintahan Rasulullah saw, dimana telah ditunjukkan oleh peng-athaf-an kata “ulil amri” kepada kata “ar-Rasul”. Dengan demikian ulil amri yang memenuhi dua kriteria di atas itu hanya ada pada khalifah dengan pemerintahan khilafahnya. Dan ketika khalifah tidak ada, maka ayat itu menjadi perintah untuk mengadakannya, karena mustahil bagi Allah menyuruh kaum muslim untuk menaati sesuatu yang tidak ada.

Kedua : Rasulullah SAW telah bersabda:
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى إِخْتِلَافًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسَنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِى النَّارِ. رواه أحمد وأبو داود والترميذي وابن ماجه عن العرباض بن سارية رضي الله عنه.
"Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah SWT, mendengar dan taat (kepada khalifah atau amir), meskipun kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya, karena sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang masih diberi hidup, maka ia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh (meyakini, mempraktekkan dan memperjuangkan) kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang cerdas dan mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham, dan jauhilah segala perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat dan setiap sesat itu di neraka". HR Imam Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Irbadl bin Sariyah ra.

Pada hadits di atas Nabi SAW telah mewajibkan (mewasiatkan) atas kaum muslim agar mendengar dan taat kepada ulil amri, meskipun yang menjadi ulil amri adalah seorang budak sahaya. Dan beliau SAW telah mengabarkan bahwa dikemudian hari akan terjadi banyak perselisihan, yaitu perselisihan dalam urusan politik, karena konteks hadits ini membicarakan urusan politik. Oleh karena itu, Nabi SAW pada sabda berikutnya telah memerintahkan agar kaum muslim berpegang teguh kepada sunnahnya juga dengan sunnah para khalifah yang cerdas dan mendapat petunjuk, yaitu empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Berpegang teguh kepada sunnah Nabi SAW itu secara umum dimana mencakup semua urusan kehidupan beragama. Sedang berpegang teguh kepada sunnah para khalifah yang empat itu secara khusus, yaitu dalam urusan politik, karena empat sahabat tersebut adalah para pemimpin politik, yaitu para khalifah, dalam negara khilafah. Lalu Nabi SAW melarang kaum muslim dari segala bid’ah, yaitu bid’ah yang menyalahi sunnah Nabi SAW secara umum, dan bid’ah yang menyalahi sunnah para khalifah yang empat secara khusus, yaitu bid’ah dalam urusan politik, karena seperti diatas konteks hadits ini adalah konteks politik.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa doktrin (ajaran) politik Islam  (Ahlussunnah Waljama’ah) adalah doktrin politik khilafah, bukan selain khilafah, karena di samping Nabi SAW telah menyuruh berpegang teguh kepada sunnah para khalifah yang empat, juga telah melarang segala bid’ah yang menyalahi sunnah tersebut.

Ketiga : Rasulullah SAW bersabda:
بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ فِتَناً كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيْعُ أَحَدُهُمْ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا قَلِيْلٍ. رواه أحمد ومسلم والترميذي عن أبي هريرة رضي الله عنه.
“Bersegeralah kalian beraktifitas untuk mengatasi fitnah-fitnah yang laksana malam yang gelap gulita, dimana seorang laki-laki mukmin di pagi hari dan kafir di sore hari, mukmin di sore hari dan kafir di pagi hari. Salah seorang dari mereka menjual agamanya dengan materi dunia yang sedikit”. HR Ahmad, Muslim dan Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.

Nabi SAW telah menyuruh kaum muslim agar beraktifitas untuk mengatasi fitnah-fitnah yang laksana potongan-potongan malam yang gelap gulita. Fitnah yang laksana malam yang gelap gulita adalah fitnah yang menyelimuti semua sendi dan lini kehidupan, baik kehidupan keluarga, masyarakat, maupun kehidupan bernegara. Fitnah dengan kriteria seperti itu saat ini tidak ada yang lain, selain fitnah ideologi. Dan saat ini hanya ideologi kapitalismelah yang sedang menyelimuti dunia dengan kegelapgulitaannya. Karena dari ideologi kapitalisme telah memancar berbagai kebebasan yang menjadi pangkal segala fitnah terhadap umat manusia secara umum, dan terhadap umat Islam secara khusus. Ideologi kapitalisme juga telah memancarkan berbagai ide, pemikiran dan sistem, seperti HAM, demokrasi, pluralisme, singkretisme, dialog antar agama dan doa bersama lintas agama, sampai ide Islam Nusantara.

Saat ini, sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi SAW, dengan mudahnya seorang mukmin menjadi kafir hanya karena diimingi materi dunia yang sedikit. Sebut saja salah satu partai politik yang pada awalnya sangat getol memperjuangkan tegaknya syariat Islam, belum lama ini dengan beraninya dan tanpa malu-malu salah seorang pentolannya menolak syariat dan khilafah, dan diamini oleh yang lainnya. Lalu bagaimana dengan partai politik yang sejak awal sudah anti formalisasi syariat dan khilafah. Belum lagi terkait sejumlah individu dari para tokoh organisasi Islam, mereka dengan mudahnya menjadi corong-corong peradaban Barat yang kapitalis dan menolak formalisasi syariat dan khilafah, padahal organisasinya mengklaim paling Aswaja, lagi-lagi hanya karena diimingi materi dunia yang sedikit.

Oleh karena itu, aktifitas yang diperintahkan oleh Nabi SAW dan yang dibutuhkan saat ini, adalah aktifitas menegakkan ideologi Islam, yaitu menegakkan Khilafah Rasyidah Mahdiyyah yang akan menerapkan Islam secara total, karena ideologi Islam itu laksana siang yang terang benderang, dimana dalam satu riwayat Nabi SAW pernah bersabda: “Taroktukum ‘ala al-baidlaa’ allati lailuhaa kanahaarihaa” (Aku tinggalkan kalian di atas agama yang terang benderang dimana malam harinya seperti siang harinya). Jadi gelapnya ideologi kapitalisme itu harus dilawan dengan terangnya ideologi Islam. Tidak dengan aktifitas yang kecil-kecil yang laksana menyalakan lilin-lilin di malam yang gelap gulita, seperti mendirikan berbagai jam’iyyah istighatsah, amar-makruf dan nahi-munkar, dan organisasi keagamaan yang lain, karena semuanya tidak akan dapat mengalahkan fitnah ideologi kapitalisme yang sedang menyelimuti dunia.

Saya tidak menyalahkan aktifitas berbagai jam’iyyah dan organisasi lilin di atas. Akan tetapi kesalahannya adalah ketika mereka berhenti ditempatnya. Artinya aktifitas itu menjadi puncak tujuannya, sehingga tidak nyambung dengan aktifitas ideologis yang besar. Dan lebih salah lagi ketika mereka justru menolak penerapan ideologi Islam melalui penegakkan khilafah. Jadi mereka lebih senang hidup di malam yang gelap gulita dan enggan bahkan menolak hidup di siang hari yang terang benderang. Itulah letak kesalahannya.

Ringkas kata, sesungguhnya konteks (mafhum) hadis diatas adalah menyuruh kaum muslim agar beraktifitas menerapkan ideologi Islam, yaitu melalui penegakkan kembali daulah khilafah rasyidah mahdiyyah, sebagai doktrin dan institusi politik Ahlussunnah Waljama’ah.

Wallahu A'lam Bishshawâb

Sikap Orang NU Dalam Perbedaan Istilah Lhilafah

Menurut saya memang Prang NU lebih bijak dan lembut dalam menilai sebuah perbedaan, tidak seperti mereka mudah mengatakan munafik, fasik bahkan mengkafirkan orang yang berbeda dengannya.
Silahkan dibaca copas ini.

Tidak Ada Istilah Khilafah dalam Al-Qur’an.

Faizin, NU Online | Ahad, 31 Maret 2019 23:55

Oleh Nadirsyah Hosen

Banyak terjadi kerancuan di kalangan umat mengenai penggunaan istilah Khalifah, Khilafah, dan juga Khalifatullah fil Ardh. Perlu saya tegaskan bahwa:

1. Tidak ada istilah Khilafah dalam al-Qur’an
2. Tidak ada istilah Khalifatullah fil Ardh dalam al-Qur’an
3. Hanya dua kali al-Qur’an menggunakan istilah Khalifah, yang ditujukan untuk Nabi Adam dan Nabi Dawud.

Mari kita simak bahasan berikut ini:

Penggunaan terminologi atau istilah Khalifah itu hanya digunakan dua kali dalam al-Qur’an. Pertama, dalam QS 2:30: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi".

http://www.nu.or.id/post/read/104263/tidak-ada-istilah-khilafah-dalam-al-quran?utm_source=dlvr.it

Komentar Saya (Abulwafa Romli) :

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Bikin judulnya saja salah, "Tidak ada Istilah Khilafah dalam al-Qur’an". Orang tergolong awam saja bisa membantahnya dengan mudah, "tidak ada istilah shalat, puasa, zakat, bahkan rukun iman dan rukun islam dalam al-Qur’an". Karena didalam Alqur'an hanya ada dalil-dalilnya saja.

Begitulah karakter kaum munafiqun, salah ngaku benar dan menyalahkan yang benar, berbuat rusak ngaku berbuat baik dan merusakkan yang baik, dengan PD dan sombongnya.

Betul, di dalam Alqur'an itu tidak ada istilah (terminologi) khilafah. Karena yang ada adalah dalil khilafah, dalil kewajiban mengangkat khalifah, dan sebagai dalil kewajiban menegakkan khilafah.

Dia sama sekali tidak memahami perbedaan antara istilah (terminologi) khilafah dan dalil khilafah. Istilah itu sudah mateng, sedang dalil itu masih mentah dan harus dimasak dengan ilmu ushul fikih.

Dalil itu punya dalalah dan madlul, punya mafhum dan manthuq dan seterusnya. Orang awam pasti tidak paham dengan berbagai istilah ushul ini.

Agar orang awam paham, perlu dicontohkan seperti ini :

Getuk dan kripik dari telo (ketela/ singkong. Keduanya contoh dari istilah sesuatu yang sudah matang seperti khilafah. Dan keduanya butuh bahan baku mentah serta bahan tambahan. Nah bahan baku dan tambahan ini adalah contoh dari dalil, yaitu Alqur'an, Assunnah, Alijmak dan Alqiyas. Ketika masih mentah namanya telo serta tambahannya. Dan ketika sudah matang namanya getuk dan kripik. Jadi jelas beda nama mentah dan matangnya.

Demikian juga dengan istilah khilafah berbeda dengan dalil khilafah, dalil wajibnya mengangkat khalifah, dan dalil wajibnya menegakkan khilafah. Seperti perbedaan antara getuk dan kripik dengan telo. Getuk dan kripik itu berasal dari telo, tapi telo tidak berasal dari getuk dan kripik. Tapi antara keduanya saling terikat tidak bisa dipisahkan. Kewajiban menegakkan khilafah atau mengangkat khalifah itu berasal dari dalil. Tapi dalil tidak berasal dari kewajiban tersebut.

Jadi kewajiban menegakkan khilafah dan mengangkat khalifah, serta istilah khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam, itu harus digali dari dalil pokok yaitu Alqur'an, dalil yang ditunjukkan Alqur'an yaitu Assunnah, dan dua dalil yang ditunjukkan Alqur'an dan Assunnah yaitu Ijmak sahabat dan Qiyas syar’iy. Begitu juga dapat dipahami dari praktek para khalifah rôsyidîn sepanjang jaman dari kitab-kitab sîroh dan târikh para khalifah.

Wallohu A’lamu Bishshawâb

#RasulullahPemimpinKami #RinduPemimpinJujurDanAdil #RinduPemimpinC

Khilafah Wajib?

Ini dasar mereka tentang khilafah sy kopas dan saya pelajari, ternyata memang tidak ada perintah secara langsung untuk mendirikan khilafah. Jadi menurut saya tidak wajib karena yang wajib adalah menegakkan syariat Islamnya.
Silahkan dipelajari.

DALIL WAJIBNYA MENEGAKKAN KHILAFAH DARI ALQUR'AN

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Kata siapa di dalam Alqur'an tidak ada ayat-ayat yang mewajibkan penegakkan Khilafah ? Kata kelompok liberal pengagung peradaban barat yang sekular.

Di bawah adalah dalil-dalil wajibnya menegakkan Khilafah menurut Imamul Mufassirîn Alqurthubi rh.

Apakah mereka menganggap Imam Qurthubi tidak paham dengan Alqur'an yang ayat-ayatnya menjadi dalil atas wajibnya menegakkan khilafah ? Tokoh-tokoh liberal lebih paham dari Alqurthubi. Sombong apa ngigau ?

Alqurthubi rh berkata :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” QS al-Baqaroh [2]: 30.

Alqurthubi berkata :
هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع ، لتجتمع به الكلمة ، وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف في وجوب ذلك بين الأمة ولا بين الأئمة إلا ما روي عن الأصم حيث كان عن الشريعة أصم ، وكذلك كل من قال بقوله واتبعه على رأيه ومذهبه ، قال : إنها غير واجبة في الدين بل يسوغ ذلك ، وأن الأمة متى أقاموا حجهم وجهادهم ، وتناصفوا فيما بينهم ، وبذلوا الحق من أنفسهم ، وقسموا الغنائم والفيء والصدقات على أهلها ، وأقاموا الحدود على من وجبت عليه ، أجزأهم ذلك ، ولا يجب عليهم أن ينصبوا إماما يتولى ذلك
"Ayat ini adalah pangkal dalam mengangkat imam dan khalifah yang didengar dan ditaati, untuk menyatukan kalimat (perbedaan pendapat) dan menerapkan hukum-hukum khalifah (hukum islam yang dijalankan oleh khalifah seperti sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, sistem pendidikan, sistem uqubat, termasuk sistem politik dalam dan luar negeri ). Dan tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) terkait kewajiban itu diantara umat dan tidak pula diantara para imam. Kecuali riwayat dari ‘Ashamm dimana dia telah tuli dari syariat, begitu pula setiap orang yang berkata seperti perkataannya dan mengikuti pendapat dan madzhabnya. ‘Ashamm berkata: “Sesungguhnya khalifah itu tidak wajib dalam agama, tetapi hanya boleh. Dan bahwa umat, ketika mereka telah menegakkan haji dan jihadnya, berbuat adil diantara mereka, menyerahkan haq dari diri mereka, membagikan harta ghanimah, harta fai dan shadaqoh kepada yang berhak, dan menegakkan hudûd terhadap orang yang wajib dijatuhi hudûd, maka hal tersebut telah mencukupi mereka, dan mereka tidak wajib mengangkat imam yang mengatur semua itu".

Alqurthubi berkata :
ودليلنا قول الله تعالى : {إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً} [البقرة : 30] ، وقوله تعالى : {يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأَرْضِ} [ص : 26] ، وقال : {وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ} [النور : 55] أي يجعل منهم خلفاء ، إلى غير ذلك من الآي
"Dalil kami (Ahlussunnah Waljama’ah) ialah firman Alloh SWT.: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS Albaqoroh : 30). Dan firman Alloh SWT.: “Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,…”. (QS Shad : 26). Dan Alloh SWT berfirman : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,…”. (QS Annûr ayat 55). Yakni Alloh akan menjadikan dari mereka para khalifah. Dan ayat-ayat yang lain".

Alqurthubi berkata :
وأجمعت الصحابة على تقديم الصديق بعد اختلاف وقع بين المهاجرين والأنصار في سقيفة بني ساعدة في التعيين ، حتى قالت الأنصار : منا أمير ومنكم أمير ، فدفعهم أبو بكر وعمر والمهاجرون عن ذلك ، وقالوا لهم : إن العرب لا تدين إلا لهذا الحي من قريش ، ورووا لهم الخبر في ذلك ، فرجعوا وأطاعوا لقريش
"Dan sahabat telah ijmak (sepakat) mendahulukan Abu Bakar Shiddîq setelah terjadi perselisihan diantara sahabat Muhâjirîn dan Anshôr di saqifah Bani Saidah dalam pengangkatan khalifah. Sehingga sahabat Anshôr berkata: “Dari kami ada amîr (pemimpin) dan dari kalian ada amîr”. Lalu Abu Bakar, Umar dan sahabat Muhájirîn menolak hal itu dan berkata kepada Anshôr : “Sesungguhnya orang Arab itu tidak tunduk kecuali kepada perkampungan Quraisy ini”. Dan Muhâjirîn meriwayatkan khabar tentang keutamaan Quraisy itu kepada Anshôr. Lalu Anshôr rujuk dan taat kepada kaum Quraisy".

Alqurthubi berkata :
فلو كان فرض الإمام غير واجب لا في قريش ولا في غيرهم لما ساغت هذه المناظرة والمحاورة عليها ، ولقال قائل : إنها ليست بواجبة لا في قريش ولا في غيرهم ، فما لتنازعكم وجه ولا فائدة في أمر ليس بواجب. ثم إن الصديق رضي الله عنه لما حضرته الوفاة عهد إلى عمر في الإمامة ، ولم يقل له أحد هذا أمر غيرواجب علينا ولا عليك ، فدل على وجوبها وأنها ركن من أركان الدين الذي به قوام المسلمين ، والحمد لله رب العالمين. {تفسير القرطبي، العلامة المحدث أبو عبدالله محمد بن أحمد بن أبي بكر بن فرح الأنصاري الخزرجي الأندلسي ثم القرطبي رضي الله عنه، 1 / 264}
"Seandainya keperluan imam itu tidak wajib, tidak wajib pada Quraisy dan tidak wajib pada selain Quraisy, maka perdebatan dan perbincangan atasnya tentu tidak boleh terjadi. Dan pasti ada yang berkata; "Sesungguhnya imamah/ khilafah itu tidak wajib, tidak pada Quraisy dan tidak pula pada  selain Quraisy. Maka perselisihan kalian tidak punya tujuan dan tidak punya faidah pada perkara yang tidak wajib”. Kemudian Abu Bakar Shiddîq ra. ketika menjelang wafatnya menyuruh Umar menjadi imam. Dan tidak ada seorangpun berkata: “Perkara ini tidak wajib atas kami dan tidak wajib atas kamu”. Maka hal itu menunjukkan atas wajibnya imamah/ khilafah, dan bahwa imamah adalah rukun diantara rukun-rukun agama, yang dengannya kaum muslim dapat bangkit. Walhamdu lillahi rabbil ‘aalamiin”. (Tafsir al-Qurthubi, juz 1, hal. 264).

Kesimpulan:
1- Mengangkat khalifah / menegakkan khilafah adalah wajib.
2- Khalifah dan imam, juga khilafah dan imamah adalah sinonim (satu arti), karena al-Qurthubi sama-sama membicarakan keduanya untuk satu arti. Meskipun tidak menyebut kata khilafah, tapi sudah cukup dari penyebutan imam dan imamah, untuk menyimpulkan kata khalifah dan khilafah.
3- Yang tidak mewajibkan penegakkan imamah/ khalifah atau imam/ khilafah hanya kiai Ashamm (dari Muktazilah) dan kelompoknya.
4- Diantara dalil-dalil wajibnya menegakkan khalifah / khilafah adalah ayat-ayat al-Qur’an (Albaqoroh ayat 30, Shôd ayat 26, dan Annûr ayat 55). Ini adalah pukulan telak terhadap kelompok liberal yang membual bahwa di dalam al-Qur’an tidak ada ayat yang mewajibkan penegakkan khalifah / khilafah.

Wallohu A’lamu Bishshawâb