Sabtu, 11 Maret 2017

Mau Di Bawa Kemana NU Hari Ini?...

Copas grup masjid kantor...

*Mau Di Bawa Kemana NU Hari Ini?*

March 5, 2017

Kyai Jombang Pertanyakan NU, Apa Gunanya Ulama sebagai Pewaris Nabi di NU Kini?

Sekelas Syuriah NU tidak mungkin tidak mengerti ini (masalah petingnya kepemimpinan dalam Islam, red nm). Bisunya mereka pasti ada sesuatu yang amat dahsyat hingga menyebabkan amanat agama mereka tersandera.

Berikut ini tulisan seorang kyai dari Jombang Jawa Timur (tempat lahirnya NU 1926) yang mempertanyakan keadaan NU sekarang.

*MASIHKAH NU SEBAGAI ORGANISASI KEAGAMAAN?*
Oleh,
KH A. Musta’in Syafi’i

Keputusan pemuda NU Jakarta dalam Pilgub DKI untuk NETRAL. Identik dengan para kyainya di jajaran Syuriah yang hingga kini membisu soal ini. Tak heran, siapa dulu dong bapaknya?

Artinya:

1. Rupanya, Penguasa NU sekarang tidak menganggap NASHBUL IMAM sebagai bagian dari agama, sehingga tidak masalah umat nahdliyin dipimpin nonmuslim. Lalu apa gunanya kyai sebagai pewaris Nabi? Pernahkah nabi, para sahabat, tabi’in, al-salaf al-shalih, kyai-kyai pendiri NU membiarkan nonmuslim menguasai umat Islam? Sebagai muslim, penjajah ditumpas bukan semata karena membela negara, tapi lebih karena agama. Makanya ada istilah perang SABIL, RESOLUSI JIHAD dll. Pejuang yang gugur dihukumi syahid, tanpa dimandikan, tanpa dikafani, tanpa dishalati.

2. Nashbul Imam adalah masalah agama yang sangat serius. Karena pemimpin ialah penentu kebijakan yang berdampak besar pada rakyat. Jika pemimpin nonmuslim menentukan kebijakan yang merugikan Islam/umat Islam, demi Allah- mereka yang memilih dia berdosa, termasuk yang membiarkan tanpa fatwa agama, apalagi tim suksesnya.

3. Netral, memangnya NU itu KPU? Jika para cagub seiman, wajar jika NU netral. Tapi ini beda. Isu SARA dilarang jika untuk memprovokasi, memfitnah, merendahkan dll. Tapi apa salahnya, apa yang dilanggar bila muslim memilih pemimpin seiman dan menolak yang tidak seiman tanpa merendahkan keimanan yang lain. Adalah hak bagi setiap warga memilih pemimpin sesama suku, tanpa merendahkan suku lain. Sesama ras, tanpa memfitnah ras yang lain atau sesama adat tanpa menghina adat lain. Itu hak berdemokrasi.

4. Sangat memprihatinkan jika NU hanya vokal soal tahlilan, yasinan, ziarah kubur yang diganggu. Tapi tidak punya nyali memberi fatwa politik yang agamis & demokratis. Padahal ini masalah besar terkait kemaslahatan umat baik di dunia lebih-lebih di akhirat. Hanya muslim minimalis (musailim) yang memandang politik hanya masalah dunia. Sadarilah, tercatat 65 kali perang (ghazwah & sariyah) selama periode Nabi demi memaslahatkan umat via kekuasaan (politik).

5. Sekelas Syuriah NU tidak mungkin tidak mengerti ini. Bisunya mereka pasti ada sesuatu yang amat dahsyat hingga menyebabkan amanat agama mereka tersandera. Dan umat sudah tahu hal itu dari omongan mereka sendiri (?).

6. Kyai Syuriah NU bukanlah kyai pesanan, bukan pula kyai jadian yang dijadikan oleh para broker politik. Kyai Syuriah adalah benar-benar ulama pewaris Nabi yang dipilih secara mukhlis dan bersih dari sum’ah dan ambisi sehingga memiliki sifat syaja’ah yang terpuji, selalu “YAKHSYA ALLAH” dan tidak “YAKHSYA AL-NAS”. Harusnya, Kyai Syuri’ah NU bukan Kyai yang diperalat broker politik.

Kyai NU adalah Kyai yang mukhlis, ikhlas, tidak beramal untuk diperdengarkan. Memiliki sifat syaja’ah, berani karena Allah dan (membela) Rasulullah. Selalu Yakhsya Allah, hanya takut pada Allah, tidak Yakhsya Al Naas, takut pada manusia, celaan orang-orang yang mencela.

(KH A. Musta’in Syafi’i, Ponpes Madrasatul Qur’an Tebuireng, Jombang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar