Kamis, 30 November 2017

ANAK ADALAH FITNAH ALLOH SWT

Al-Qur’an memperingatkan adanya fitnah istri, anak-anak dan harta benda yang bisa menjadi sebab kelalaian dalam mewujudkan ketaatan, dan terkadang menjerumuskan ke dalam kemaksiatan. Sangat sesuai dengan konteks ini bila Allah memerintahkan ketakwaan dan infak di jalan Allah, sebab tindakan tersebut menjadi modal manusia dan jalan untuk membahagiakan dirinya di dunia dan akhirat, Setiap penyakit memiliki obatnya, sedangkan obat bagi penyimpangan adalah bersegera mewujudkan sikap istiqamah dan menetapi jalan lurus amal dan ketaatan. Sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat berikut,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٤) إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٥) فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٦) إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ (١٧) عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu, dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu, dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taghaabun: 14-18).


Penjelasan (Tafsir)

Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ayat ini, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu.” Turun terkait segolongan penduduk Mekah yang masuk Islam, namun istri dan anak-anak mereka tidak bersedia mereka tinggalkan (untuk berhijrah). Akhirnya mereka sampai ke Madinah. Tatkala mereka menghadap Rasulullah saw., mereka melihat orang-orang (kaum muslimin) telah dipahamkan (dalam urusan agama). Maka mereka bertekad untuk menghukum istri dan anak-anak mereka. Lalu Allah menurunkan ayat, “ dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka)” hingga akhir ayat.

Artinya, sebab turunnya ayat ini adalah bahwasanya segolongan orang beriman kepada Allah, tetapi istri dan anak-anak mereka menahan langkah mereka untuk berhijrah, merekapun tidak berhijrah kecuali setelah sekian waktu berselang. Di Madinah mereka mendapati kaum muslimin selain mereka telah mendalam pemahamannya tentang agama, maka mereka menyesal dan merasa rugi, mereka hendak menghukum istri dan anak-anak.

Wahai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya sebagian istri dan anak-anak kalian adalah musuh bagi kaliän, permusuhan dalam urusan akhirat, terkait sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kalian. Mereka menyibukkan kalian dari kebaikan dan amal saleh yang berguna bagi kalian di akhirat. Maka waspadalah agar cinta dan kasih sayang kalian kepada mereka tidak mempengaruhi ketaatan kalian kepada Allah SWT. Kemudian Allah menganjurkan untuk memberi maaf kepada mereka.

Apabila kalian memaafkan dosa-dosa istri dan anak-anak kalian, kalian menyantuni mereka dengan tidak mencela mereka, kalian juga menutupi kesalahan mereka sebagai pengantar agar mereka meminta maaf atas kesalahan mereka, maka Allah Mahaluas ampunan-Nya terhadap dosa hamba-hamba-Nya, Maha menyeluruh rahmat-Nya bagi mereka, Dia memperlakukan manusia dengan perlakuan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.

Kemudian Allah memberitahukan bahwa harta benda dan anak-anak adalah fitnah, yakni media ujian dan cobaan, yang menyibukkan seseorang dari medan petunjuknya, yang mendorongnya untuk lebih mendahulukan dunia daripada akhirat dan terjatuh ke dalam perkara yang tidak terpuji baginya. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda-seperti yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam kitab musnadnya-,

اَلْوَلَدُ مَبْخْلَةٌ وَمَجْبَنَةٌ

“Anak adalah sesuatu yang menjadikan (orang tuanya) bakhil dan pengecut.”

Dan di sisi Allah terdapat pahala agung bagi orang yang lebih mendahulukan ketaatan kepada Allah dan dia tidak tenggelam di dalam kemaksiatan disebabkan kecintaan terhadap anak dan harta. Ini adalah anjuran untuk bersikap zuhud di dunia dan lebih mementingkan akhirat. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, dan Thabrani meriwayatkan dari Ka’b bin Iyadh, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةٌ، وَإِنَّ فِتْنَةَ أُمَّتِيْ الْمَالُ

“Sesungguhnya masing-masing umat memiliki fitnah, dan sesungguhnya fitnah umatku adalah harta.”

Cara menghindarkan diri dari fitnah

Yaitu dengan ketakwaan dan ketaatan. Maka Allah SWT memerintahkan ketakwaan; yaitu komitmen untuk menunaikan perintah dan menjauhi larangan sesuai kadar kemampuan dan usaha. Allah juga menyuruh untuk mendengarkan perintah dan menaatinya, serta menginfakkan sebagian harta yang dikarunakan Allah kepada hamba pada jalur-jalur kebaikan. Firman Allah, “yang baik untuk dirimu,” manshub karena menjadi obyek firman Allah, “Dan infakkanlah.” Al-khair(kebaikan) di sini maksudnya adalah harta. Atau, ia adalah na’tun (sifat) untuk mashdaryang terhapus. Penjelasannya: infakkanlah dengan infak yang baik. Dan di dalam infak terdapat kebaikan bagi jiwa di dunia dan di akhirat.

Barangsiapa dilindungi dan dijaga oleh Allah dari penyakit kikir (sifat bakhil disertai ketamakan), sehingga ia berinfak di jalan Allah dan jalur-jalur kebaikan, maka merekalah orang-orang yang beruntung dengan mendapatkan segala apa yang mereka inginkan (di surga). Bukhari di dalam kitab Tarikh-nya dan Abu Daud meriwayatkan dari Abu Hurairah r. a. bahwasanya Nabi saw. bersabda,

شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ: شُحٌّ هَالِعٌ، وَجُبْنٌ خَالِعٌ

“Seburuk-buruk apa yang ada pada diri seseorang: sifat kikir yang menggelisahkan dan sifat pengecut yang menelanjangi.”

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, ia berkata, “Ketika ayat berikut turun, “Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya.” (QS. Ali ‘Imraan: 102) terasa berat bagi orang-orang untuk mengamalkannya, mereka berdiri (untuk menunaikan shalat) hingga tumit mereka menjadi pegal dan kening mereka terluka. Lalu Allah menurunkan ayat sebagai keringanan bagi kaum muslimin, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”

Di dalam Ash-Shahihaini disebutkan sebuah hadits dari Abu Hurairah r. a. ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda,

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ

“Apabila aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah maka tunaikanlah perintah itu sebatas kemampuan kalian, sedangkan apa yang aku larang dari kalian maka jauhilah.”

Kemudian Allah menegaskan perintah untuk berinfak dengan firman-Nya yang maknanya: Jika kalian bersedekah berupa sedekah yang baik dengan ikhlas dan kerelaan hati, maka Allah akan melipatgandakan pahalanya untuk kalian dengan kelipatan yang banyak, Allah juga akan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah memberi balasan yang banyak atas perbuatan yang sedikit. Mahasempurna kesyukuran-Nya, artinya Dia membalas ketaatan yang sedikit dengan pahala yang banyak, dan Mahaluas kebijaksanaan-Nya, di mana Dia tidak menyegerakan hukuman atas kemaksiatan.

Firman Allah, “Maha Pembalas Jasa,”merupakan pemberitahuan tentang tindakan Allah yang memberi balasan atas sesuatu, dan bahwa Allah meringankan perkara-perkara besar dari siapa saja yang Dia kehendaki.

Kemudian Allah menambahkan anjuran untuk berinfak: bahwasanya Allah Maha menyeluruh pengetahuan-Nya terhadap apa yang tersembunyi dari kalian dan apa yang tampak nyata bagi kalian, Allah Mahaperkasa lagi Maha Menundukkan, Dia memiliki hikmah yang sempurna, Dia meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang shahih.

Bahwasanya peringatan terhadap fitnah harta dan ketergantungan dengannya, kemudian disampaikannya tiga penegasan untuk berinfak secara berturut-turut dengan gaya bahasa yang berbeda-beda, merupakan pelatihan untuk melepaskan jiwa dari penyakit bakhil dan mendorong jiwa agar menyimpan pahala infak pada jalur kebaikan dan kemaslahatan di sisi Allah, yang mana simpanan-simpanan di sisi-Nya tidak menjadi hilang.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’didalam tafsirnya atas ayat 14-18 tersebut, menjelaskan:

1.   Ayat-ayat di atas (QS. At-Taghaabun: 14-15) adalah peringatan dari Allah Ta’ala untuk orang-orang yang beriman agar tidak terpedaya oleh istri dan anak, karena sebagian dari mereka itu adalah musuh. Dan musuh itu (hakikatnya) adalah orang yang menghendaki kejelekan bagi kalian. Tugas kalian adalah bersikap waspada dari orang yang sifatnya seperti ini. Jiwa diciptakan dengan tabiat mencintai istri dan anak. Karena itu Allah Ta’ala memberikan nasihat untuk para hambaNya agar membatasi rasa cintanya yang tunduk pada kemauan istri dan anak itu, karena di dalamnya terdapat larangan syar’i.

Allah Ta’ala juga mendorong para hambaNya agar menunaikan perintah-perintahNya dan agar lebih mengedepankan ridhaNya, dan lebih mengutamakan akhirat daripada dunia yang fana dan akan lenyap ini. Mengingat larangan untuk menuruti kemauan istri dan anak yang bisa membawa dampak buruk dan peringatan dari hal itu mungkin disalahpahami sebagian orang yang memahami harus bersikap kasar terhadap istri dan anak dan menghukum mereka.Allah memerintahkan mereka agar waspada serta memaafkan mereka, karena dalam hal ini terdapat berbagai maslahat yang tidak terhitung jumlahnya.

Siapa pun yang menunaikan amalan-amalan yang disukai Allah Ta’ala dan menunaikan amalan-amalan yang disukai oleh sesama serta berguna bagi mereka, maka akan mendapatkan cinta Allah dan cinta hamba-hambaNya.

2.  Allah Ta’ala memerintahkan para hambaNya agar bertakwa padaNya, yaitu dengan menunaikan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Allah Ta’ala membatasi hal itu dengan kadar kemampuan dan kesanggupan. Ayat tersebut (QS. At-Taghaabun: 16) menunjukkan bahwa kewajiban yang tidak mampu dilakukan oleh seorang hamba menjadi gugur. Jika seorang hamba mampu menunaikan sebagian kewajiban dan tidak mampu menunaikan kewajiban lainnya, maka ia cukup menunaikan kewajiban yang mampu dia lakukan, sedangkan kewajiban lainnya yang tidak mampu dilakukan menjadi gugur.

3.   Allah Ta’ala memberi dorongan untuk berinfak (QS. At-Taghaabun: 17) seraya berfirman, “Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik.” Pinjaman yang baik adalah semua nafkah yang berasal dari harta halal yang diberikan oleh seseorang karena mengharap bertemu dengan Allah dan mengalokasikannya pada tempatnya. Pahala nafkah adalah sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali dan bahkan sampai berlipat-lipat lagi. Kemudian Allah akan memberi ampunan dosa bagi kalian karena infak dan sedekah, karena sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu bisa menghapus kesalahan-ke salahan.

Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Tidak ada komentar:

Posting Komentar